Erens's Blog

Cuma Berekspresi doang!

Cara Indonesia Memilih Presiden

Ketika membaca email dalam kotak suratku, ada satu email yang sangat tidak nyaman kalau ku biarkan tergeletak disana begitu saja, tepatnya email itu mesti keungkapkan keorang lain.
Paling tidak aku harus mengatakan, inilah sebenarnya esensi dari keruwetan simpul benang kusut bangsa kita, gitu lho!

Email yang ku maksud adalah kiriman dari Adhie M Massardi
yang nampaknya piawai memainkan pena dalam mengungkapkan ide pikiran dia lewat kiasan kehidupan seharian, enak, renyah gurih rasanya.

Itulah alasan-alasan mengapa aku mesti lanjutkan buat yang lainnya pada blogku ini.
Cobalah anda simak emailnya berikut ini..

CARA INDONESIA MILIH PRESIDEN


Megawati Sukarnoputri

Oleh Adhie M Massardi

NARTI, nama sebenarnya, pernah bekerja di rumah saya
sebagai pembantu rumah tangga. Meskipun sering “telmi”
(telat mikir), perempuan asal Pacitan umur 30-an ini rajin
bekerja dan lumayan rapi.

Suatu hari, seminggu setelah terima gaji, di tangannya
tergenggam telepon selular merk Nokia. Tiga minggu kemudian,
HP-nya sudah ganti Samsung. Setelah gajian bulan berikutnya,
yang digenggamnya HP merk Sony Ericsson. “Busyet, ini
pembantu hobinya ganti-ganti handphone…!” Ini komentar
istri saya.

Anda pasti juga sepakat dengan istri saya. Tapi saya tidak.
Naluri wartawan menuntun saya untuk bertanya soal
gonta-ganti HP itu. Dan inilah jawaban orang Pacitan itu:

“Saya dibohongi teman-teman terus, Pak. Waktu mau beli HP
saya tanya sama Mawut (pembantu rumah sebelah; AMM). Katanya
yang bagus itu Nokia kayak punya dia. Awet gak pernah rusak.
Nyatanya baru seminggu sudah sering ngadat. Lha, Si Man
sopirnya Bapak, ngasih tahu suruh ganti Samsung. Lebih murah
dan kualitas sama bagusnya. Tapi nyatanya belum dua minggu
sudah rusak. Makanya sekarang saya ganti Sony Ericsson
sesuai saran kakak saya….”

Benar, tak sampai seminggu, HP Narti rusak lagi. Dan ia
akhirnya memilih tidak ikut-ikutan bergaya seperti
teman-temannya, yang gajinya banyak dihabiskan buat beli
pulsa. Itulah gaya hidup para pembantu rumah tangga
sekarang. Biar tekor, yang penting bisa komunikasi terus
dengan keluarga dan teman-teman di kampung.

Tapi kenapa Narti gonta-ganti Handphone? Ini jawabannya:

Dia belum paham bagaimana memperlakukan alat komunikasi
canggih tapi ringkih itu. Kalau menyuci piring ditaruh di
kantong depan sehingga sering kecipratan air. Saat
menge-charge batere bisa dari siang hingga esok pagi, bahkan
besok siangnya. Akibatnya batere jadi sering ngedrop. Maka
HP jenis apa pun akan lekas jebol dipakai Narti. Tapi dia
pikir karena merknya. Itu sebabnya jalan keluarnya yang dia
ambil: ganti merk HP.

Narti tidak sendirian. Orang seperti Narti di negeri ini
banyak banget. Mayoritas anggota DPR cara berpikirnya juga
seperti Narti itu. Akibatnya memang jadi lebih parah. Sebab
cara berpikir “ganti merk” – dan bukan mengubah
perilaku — juga diterapkan untuk menentukan orang No 1 di
negeri ini.

Kita masih ingat. Agar tidak jadi seperti Bung Karno yang
presiden seumur hidup, dibuatlah aturan presiden dipilih MPR
lima tahun sekali. Karena MPR-nya dikendalikan presiden,
setiap lima tahun yang kepilih Soeharto lagi, Soeharto lagi.
Ini akibat sistemnya yang executive heavy alias terlalu
dominannya kekuatan eksekutif. Ini kesimpulan mereka di DPR
pasca Soeharto lengser.

Setelah disela BJ Habibie, bandul dipindah ke legislatif.
Mereka lalu milih Gus Dur dengan merdeka sebagai presiden.
Ketika ada masalah, legislatif menggoyang-goyang kursi Gus
Dur. Presdien pun jatuh.

Lho…? Kok gampang banget ya presiden dijatuhkan? Mereka
bingung sendiri.

Agar presiden tidak gampang digoyang, dibuatlah merk baru:
“presiden pilihan rakyat”. Sialnya, yang pertama kepilih
rakyat Soesilo Bambang Yudhoyono. Orang yang sulit bikin
keputusan. Membentuk kabinet saja harus mengakomodasi orang
parpol karena partainya sendiri ukuran sedang-sedang saja.

Agar tidak terulang kasus terpilihnya “presiden
ragu-ragu”, dibuatlah syarat dukungan “20 persen kursi
DPR” atawa “25 persen suara hasil pemilu” yang tidak
jelas logikanya itu.

Mudah dibayangkan presiden macam apa yang bakal dihasilkan
pilpres 2009 bila cara memilihnya menggunakan logika bekas
pembantu di rumah saya itu. Hanya ganti merk tapi
perilakunya tetap.

Nyari presiden kok kayak nyari handphone. Tergantung gimana
bunyi iklannya.

30 November 2008 - Posted by | Uncategorized | , , , , , , , , , , , , , ,

1 Komentar »

  1. Begitulah kalo para politikus amoral pada sok moralis bergaya suci dengan bermodalkan teriak nama Allah.

    Komentar oleh Dede | 7 Desember 2008 | Balas


Tinggalkan komentar